Pemerintah Telah Kaji Dampak Pelarangan Ekspor Mineral

Makassar, HMTP FTI-UMI : Menurut Hersonyo Priyo Wibowo, Kasubdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, menjelaskan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, (Puslitbang Tekmira) telah melakukan kajian dampak larangan ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014.

Saat ini terdapat 112 IUP yang telah melakukan studi kelayakan pembangunan smelter, 16 IUP yang telah melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) smelter, 14 IUP telah melakukan ground breaking dan awal konstruksi smelter, 11 IUP sedang dalam tahap konstruksi, 1 IUP dalam tahap akhir konstruksi, dan 23 IUP sedang melakukan commissioning smelter. Data ini diperoleh setelah verifikasi lapangan dilakukan oleh Kementerian ESDM.

Pada kuartal pertama 2014, sebanyak 56.127 pekerja tambang dari perusahaan-perusahaan ini akan berhenti bekerja. Namun pada akhir 2014 sebanyak 4.106 orang akan bekerja di smelter dan 5.570 orang bekerja di tambang setelah beberapa smelter mulai beroperasi.Tahun 2015, sebanyak 11.895 orang akan bekerja di perusahaan smelter, dan 7.203 akan bekerja di perusahaan tambang. Tahun 2016 27.775 orang akan bekerja di perusahaan smelter dan 12.998 orang bekerja di tambang. Tahun 2017 saat semua smelter telah beroperasi, sebanyak 34.375 orang akan bekerja di smelter dan 31.065 orang akan bekerja di tambang. 

"Jumlah ini dihutung dengan asumsi hanya 55% dari jumlah bijih tambang yang rencannya diproduksi tahun 2013. Yang menarik dari data ini, jumlah pekerja tahun 2017 jauh lebih banyak jumlah pekerja yang berhenti pada kuartal pertama 2014," kata Hersonyo. 
Total investasi pembangunan smelter dari perusahaan-perusahaan yang sudah diverifikasi mencapai US$ 18,82 miliar, terdiri dari US$ 5,67 miliar untuk smelter nikel, US$ 8,45 miliar untuk smelter bijih besi, dan US$ 4,7 miliar untuk bauksit. 

Investasi paling besar berada di Provinsi Banten yang mencapai US$ 7 miliar, Kalimantan Barat US$ 6 miliar, Kalimantan Selatan US$ 1,3 miliar, dan Sulawesi Tenggara US$ 1,3 miliar. Sisanya berada di Jawa Barat US$ 230 juta, Maluku Utara 300 juta, Jawa Timur US$ 250 juta, Kalimantan Tengah US$ 94 juta, dan Riau US$ 48 juta.

 Namun, Didie W Soewono, Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia, berpendapat investasi itu tidak akan terealisasi jika larangan ekspor bijih mineral tetap dilakukan. Perusahaan yang akan berinvestasi dengan sendirinya berhenti beroperasi karena sumber pendapatan perusahaan sudah ditutup akibat larangan ekspor. "Kadin tidak yakin ini akan bisa deliver. Daripada pemerintah janji ke DPR pabrik sekian dan investasinya sekian, malu nanti pemerintah," ujar dia.(*) 

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar :

Posting Komentar