Makassar, HMTP FTI-UMI - Bersumber dari tambang.co.id diberitakan bahwa menjelang 12 Januari 2014, kepastian hukum tentang
kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) masih
belum menemui titik terang. Herman Kasih
, Deputi Chairman Asosisasi
Pengusaha Batu bara Indonesia mengatakan, Pengusaha sektor pertambangan
menganggap pemerintah tidak serius dalam penerapan Undang-undang nomor 4
tahun 2009 mengenai mineral dan batu bara yang mengatur soal kewajiban
membangun pabrik smelter sehingga mampu meningkatkan nilai tambah produk
tambang.
"Pemerintah sekarang baru terakhir ini menggalakkan untuk bangun smelter," ujar Herman di Jakarta (30/12).
Herman mengatakan, pembangunan smelter ini tidak mudah kaena banyak
pengusaha menganggap pembangunan tersebut tidak memenuhi syarat yang
diterima oleh perbankan (bankable) "Itu padat modal tidak semudah
membalikan tangan. Kalau tidak bankable
mereka mana mau," ujar Herman.
Selain itu pemerintah juga seharusnya memberikan arahan soal titik-titik
lokasi pembangunan smelter sehingga para pengusaha tambang yang tidak
mampu membangun smelter sendiri dapat membuat smelter bersama- sama.
"Sebenarnya yang menentukan bangun smelter titik-titiknya itu dari
pemerintah seperti di Kalimantan berapa smelter, Papua berapa smelter.
Baru teman-teman yang punya IUP (izin usaha pertambangan) itu kumpul
untuk bangun smelter. Sekarang
pemerintah menyerahkan malah menyerahkan kepada swasta untukl bangun smelter," kata Herman.
Meski demikian, Herman menjelaskan pengusaha juga memahami soal
pelarangan ekspor bahan mentah mineral ini, namun pemerintah harusnya
lebih tegas soal ini.
"Kami setuju dengan larangan bahan mentah apalagi nikel, kalau tidak
dilaranga, Indonesia tidak punya sumber daya alam nikel lagi, tapi
ditentukan dulu oleh pemerintah, jadi
mereka bisa bangun bersama," ujar Herman.