Makassar, HMTP FTI-UMI : Bersumber dari tambang.co.id diberitakan bahwa jawaban atas apa yang terjadi setelah 12
Januari 2014 sepertinya mulai terlihat. Ini Nampak dari pernyataan
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara R. Sukhyar. Pengganti Thamrin
Sihite ini mengatakan pemerintah akan memberikan
kelonggaran kepada perusahaan mineral yang sudah mengolah mineral mentah namun belum melakukan pemurnian. Meski demikian perusahaan tersebut sudah berkomitmen untuk menyelesaikan pembangunan pabrik pemurnian (smelter).
"Akan ada kelonggaran bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan mineral mentah tetapi belum melakukan pemurnian. Meski diijinkan namun tetap dengan batasan berapa banyak mineral yang sudah diolah tersebut yang diekspor, berapa persentase mineral yang diolah yang boleh diekspor, semuanya nanti akan diatur dalam Peraturan Pemeritah yang nanti terbit sebelum 12 Januari 2014," jelas Sukhyar.
Sementara untuk bijih mentah, Pemerintah tetap komit untuk melarang ekspor terhitung sejak 12 Januari 2014. Ini merupakan bagian dari implementasi UU Mineral dan Batubara. Jika ada perusahaan tambang yang masih berani mengekspor bijih mentah (raw material), Pemerintah akan bertindak tegas dengan sanksi berupa pencabutan izin usahanya.
"Kita komit pada 12 Januari 2014 sudah tidak ada lagi ekspor raw material, jika sampai ada perusahaan yang berani mengekspor bijih mentah tentu akan kena sanksi, sanksinya mulai administrasi sampai pencabutan izin," jelas Sukhyar.
Sementara itu, penerapan kebijakan larangan ekspor akan berdampak pada penurunan devisa negara namun kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Bahkan menurut Sukhyar ketika semua barang tambang sudah dilakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri, devisa negara akan meningkat tajam. Perhitungan Pemerintah penerimaan negara dari logam mineral di 2013 mencapai US$ 11 miliar, dan kemudian untuk tahun depan diperkirakan turun menjadi hanya US$ 6 miliar dengan catatan semua mineral dilarang diekspor akan berbeda jika kemudian ada pelonggaran.
“Tetapi pada 2015 penerimaan negara bakal meningkat menjadi US$ 9 miliar dan pada 2016 meningkat lagi menjadi US$ 26 miliar ketika semua mineral sudah dilakukan pengolahan dalam negeri," jelas Sukhyar. PP yang sedang digodok ini diharapkan selesai sebelum 12 Januari 2014.
kelonggaran kepada perusahaan mineral yang sudah mengolah mineral mentah namun belum melakukan pemurnian. Meski demikian perusahaan tersebut sudah berkomitmen untuk menyelesaikan pembangunan pabrik pemurnian (smelter).
"Akan ada kelonggaran bagi perusahaan yang sudah melakukan pengolahan mineral mentah tetapi belum melakukan pemurnian. Meski diijinkan namun tetap dengan batasan berapa banyak mineral yang sudah diolah tersebut yang diekspor, berapa persentase mineral yang diolah yang boleh diekspor, semuanya nanti akan diatur dalam Peraturan Pemeritah yang nanti terbit sebelum 12 Januari 2014," jelas Sukhyar.
Sementara untuk bijih mentah, Pemerintah tetap komit untuk melarang ekspor terhitung sejak 12 Januari 2014. Ini merupakan bagian dari implementasi UU Mineral dan Batubara. Jika ada perusahaan tambang yang masih berani mengekspor bijih mentah (raw material), Pemerintah akan bertindak tegas dengan sanksi berupa pencabutan izin usahanya.
"Kita komit pada 12 Januari 2014 sudah tidak ada lagi ekspor raw material, jika sampai ada perusahaan yang berani mengekspor bijih mentah tentu akan kena sanksi, sanksinya mulai administrasi sampai pencabutan izin," jelas Sukhyar.
Sementara itu, penerapan kebijakan larangan ekspor akan berdampak pada penurunan devisa negara namun kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Bahkan menurut Sukhyar ketika semua barang tambang sudah dilakukan pengolahan dan pemurnian dalam negeri, devisa negara akan meningkat tajam. Perhitungan Pemerintah penerimaan negara dari logam mineral di 2013 mencapai US$ 11 miliar, dan kemudian untuk tahun depan diperkirakan turun menjadi hanya US$ 6 miliar dengan catatan semua mineral dilarang diekspor akan berbeda jika kemudian ada pelonggaran.
“Tetapi pada 2015 penerimaan negara bakal meningkat menjadi US$ 9 miliar dan pada 2016 meningkat lagi menjadi US$ 26 miliar ketika semua mineral sudah dilakukan pengolahan dalam negeri," jelas Sukhyar. PP yang sedang digodok ini diharapkan selesai sebelum 12 Januari 2014.
Sumber:
Majalah tambang