Makassar, HMTP FTI-UMI : Pelaksanaan UU Minerba No.4/2009 tinggal menghitung hari
sebelum batas waktu pelaksanaanya pada 12 Januari mendatang tiba.
Sebelum ketetapannya, UU itu menjadi polemik terutama bagi kalangan
pelaku usaha mineral. Bagi pengusaha, pelaksanaan undang-undang secara
terburu-buru itu akan memberikan efek negatif yakni berkurangnya
pendapatan negara dan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara
besar-besaran.
Ketua Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia (AMMI), Ryad Chairil membenarkan bahwa larangan ekspor akan berpotensi besar mengurangi pendapatan negara namun hal itu dinilai hanya bersifat sementara saja. “Kami menyadari bahwa negara boleh jadi akan kehilangan pendapatan negara namun hal itu hanya akan berlangsung sementara. Hal itu justru dapat dimitigasi dengan potensi nilai tambah yang muncul dari pengembangan industri berbasis mineral,” jelas Ryad (7/1).
Ia mencontohkan potensi nilai tambah yang bisa dihasilkan oleh komoditas
nikel. Saat ini Indonesia menjadi negara penghasil bijih nikel terbesar
ketiga. Namun, 50% produksi bijih nikel tersebut diekspor ke China
karena pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri belum
optimal.
“Indonesia penghasil bijih nikel nomor tiga di dunia, namun hampir 50% kebutuhan bijih nikel untuk industri di China. Jika Indonesia bisa mengekspor produk Ferronikel maka akan meningkatkan nilai tambah hingga 38 kali lipat,” ungkapnya.
Tentang nasib tenaga kerja yang terancam PHK, menurut Ryad, pemerintah harus mengantisipasi kehilangan tenaga kerja akibat pelarangan ekspor bijih mineral. Tapi ia menilai akan ada efek domino bagi terciptanya kesempatan penyerapan tenaga kerja baru di industri hilir. Sehingga kekhawatiran untuk kehilangan kesempatan tenaga kerja pun bisa diminimisasi.
“Kami mengajak semua pihak, baik itu pelaku usaha, pemerintah, akademisi dan peneliti untuk bersama-sama bahu membahu berusaha mewujudkan industri logam Indonesia yang kokoh dan mensejahterakan bangsa,”
“Indonesia penghasil bijih nikel nomor tiga di dunia, namun hampir 50% kebutuhan bijih nikel untuk industri di China. Jika Indonesia bisa mengekspor produk Ferronikel maka akan meningkatkan nilai tambah hingga 38 kali lipat,” ungkapnya.
Tentang nasib tenaga kerja yang terancam PHK, menurut Ryad, pemerintah harus mengantisipasi kehilangan tenaga kerja akibat pelarangan ekspor bijih mineral. Tapi ia menilai akan ada efek domino bagi terciptanya kesempatan penyerapan tenaga kerja baru di industri hilir. Sehingga kekhawatiran untuk kehilangan kesempatan tenaga kerja pun bisa diminimisasi.
“Kami mengajak semua pihak, baik itu pelaku usaha, pemerintah, akademisi dan peneliti untuk bersama-sama bahu membahu berusaha mewujudkan industri logam Indonesia yang kokoh dan mensejahterakan bangsa,”
Sumber :http://tambang.co.id